Emak yang suka bandingin dengan anak tetangga? aku salah satunya!

10.28

 Hi Blog long time no see!

Aku janji bakal sering-sering share my POV disini..

oke, let us begin!

Minggu lalu aku pernah lempar question di IG story aku kira2 pengen share my POV tentang apa, salah satu responnya minta aku share tentang "emak-emak yang suka ngebandingin anaknya dengan anak orang lain."

Hmmmm... aku sih gak bisa comment in emak-emak model begini..

Karena aku termasuk salah satunya..

Aku orang yang gampang panik kalau anak aku belum achieve apa yang teman-temannya sudah kuasai khususnya di bidang akademis.

Aku gak ngebandingin langsung di depan anak aku sih. Tapi terkadang kalau anak aku agak susah di ajarinnya (kadang-kadang kan anak ada masanya diajarin 20x tapi tetap belum bisa), aku tuh bisa keluar omongan "Nak please donk, teman-teman kamu udah pada bisa loh. Masa kamu gak mau sih seperti mereka".

Kadang-kadang karena kepikiran anak aku belum bisa mencapai dan melakukan satu hal yang udah di reach teman-teman sekelasnya, aku jadi stress sendiri.

Contohnya nih waktu anak aku pertama kali masuk SD.

Menurut aku sudah standartnya anak SD itu sudah bisa baca dengan lancar. Tapi sayangnya karena Jordan harus melewati masa TK nya dalam pandemi, metode sekolah online jadinya agak kurang efektif untuk Jordan yang baru belajar calistung. Karena gak tatap muka, Jordan juga gak konsen kalau PJJ. Hasilnya Jordan masih terbata-bata baca satu kata, sudah lama kadang-kadang masih bisa salah pula.

Mamak auto dapat serangan panik waktu hari pertama Jordan sekolah. Teman-teman sekelasnya pada lancar baca satu kalimat. Waaaahhh, mamak langsung hubungin guru les calistung Jordan yang emang udah lama off karena Jordan sempat ikut aku pulang kampung.

Tadinya setelah pulang Bandung, aku pikir pengen ajarin Jordan calistung sendiri aja. Karena dasarnya kan Jordan sudah bisa, anaknya udah pernah les calsitung sebelumnya tapi emang gak lama sih. Ternyata emang maminya gak ada bakat jadi guru dan stok sabarnya rada tipis sih. Terus para ibu kebanyakan setuju kalau anak lebih cepat bisa kalau diajarin guru daripada orang tuanya sendiri. Entah metodenya yang gak tepat atau anak emang lebih manja ke orang tua sendiri jadinya kalau diajarin serba gak bisa dan gak mau berusaha.

Tapi kembali ikut les calistung gak bikin mamak langsung reda stressnya. Sebulan setelah diajarin langsung oleh guru, tiba-tiba mamak diinfokan kalau Jordan tidak ada progress sama sekali. Malahan tertinggal jauh dari teman-teman yang sama-sama mulai dengan dia.

Aku masih ingat banget, aku dikasih tau itu waktu aku jemput Jordan dan udah ada plan untuk drop anak-anak di rumah lalu langsung lanjut nongkrong sama teman-teman aku. Karena info dari guru les Jordan itu bener2 ganggu pikiran aku, langsung deh mamak curhat sama teman-teman yang notabene sama-sama punya anak yang seusia Jordan.

Salah satu teman aku yang punya anak kedua yang umurnya kurang lebih dengan Jordan langsung jawab bgini "beb, anak laki mah emang lebih lambat daripada anak perempuan. Anak aku juga gitu, dibanding kakak perempuannya dulu waktu seumur dia memang sudah lancar bacanya. Tapi kalau anak cowo memang gak bisa secepat anak cewek"

Jawaban dia itu sedikit banyak buat aku agak lega sih, ternyata bukan cuma aku yang mengalami hal seperti ini. Dan aku dapat perspektif baru dan mulai bisa berpikir jernih untuk mencari solusi.

Dari situ aku dapat kesimpulan baru kalau seorang ibu juga butuh support system sesama ibu lain. Karena orang yang bisa mengerti situasi kita, tau apa yang kita butuhkan dan bisa memberi masukan adalah orang-orang yang pernah mengalami hal yang sama dengan kita.

Ini menjadi alasan pentingnya kita untuk membuka diri terhadap pergaulan. Tapi perlu digarisbawahi kalau pergaulan yang aku maksud itu adalah pertemanan yang sehat ya. Karena dari pertemanan yang sehat itu kita bisa sharing apa yang menjadi beban kita, bisa dapat perspektif baru akan suatu hal, berbagi tips n trick, juga bisa tukar pikiran untuk mendapat solusi dari permasalahan kita.

It's okay kalau dalam hati kita ngebandingin anak, malahan aku rasa itu perlu. Orang tua mana sih yang gak mau anaknya memiliki pencapaian yang lebih dari apa yang seharusnya. Pencapaian tersebut bisa diraih kalau kita sebagai orang tua tidak terlena dalam zona nyaman. Zona nyaman disini artinya kita merasa ketidakdisiplinan, kemalasan, tidak adanya semangat juang dalam diri anak itu adalah hal yang bisa dimaklumi dan dikompromikan.

Tapi kita juga harus ingat :

1. Sebisa mungkin bandingkan anak dalam hati, tidak disampaikan langsung kepada si anak.

2. Membandingkan boleh, tapi jangan berhenti sampai disitu saja. Sebagai orang tua kita juga harus mencari cara untuk membantu anak kita.

3. Mungkin anak kita tidak bisa mencapai level yang kita inginkan. Tapi kalau dia sudah berusaha yang terbaik, kita jangan menuntut mereka lebih. Hargai prosesnya walaupun hasilnya belum atau malah tidak kelihatan.

4. Setiap orang memiliki kemampuan dan talenta yang berbeda. Kita harus tau kelemahan, kekuatan serta bidang apa yang dikuasai oleh anak kita sebelum membandingkannya dengan orang lain. Anak kamu yang pintar dalam seni musik gak mungkin kamu paksa untuk jadi juara matematika seperti anak tetangga donk.



Disclaimer ini cuma POV aku ya.. Mungkin tidak benar dan bisa saja sudut pandangku ini salah. But, aku juga tidak memaksa siapapun yang baca tulisanku ini setuju dengan pendapat aku. Ambil yang menurut kamu baik, jangan meniru yang buruknya.

With Love,

Indah



You Might Also Like

0 comments

TWITTER

PROMO

Instagram

Subscribe